Kosinoto
and the princess Leisana
Karya
: Aaf Mahfudli Firdaus
Bagian 1: mencari
serpihan hati yang hilang
Dalam diam, seringkali Aku bertanya-tanya
disetiap hembusan nafas yang merelungkan jiwa. Aliran darah yang mengalir deras
terus berdesir didalam raga,seolah tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang terus hadir didalam sukma. Ku terlena dengan semua gemerlap hidup yang tak
berujung cinta.
Ku pandangi aliran sungai Nirwana yang
begitu jernih dengan jemari jemari kecilku didalamnya. Ku tatap lembayung senja
dan ku mencoba memejamkan mata,menutup telinga,menghirup udara,tuk lupakan
sejenak masalah yang selalu hadir didalam raga. Dan kini ku sesali semua ini ,
pikiran burukku terus saja melayang,”Adakah sebuah hati yang rela mencintaiku
dengan tulus?adakah secerca harapan harapan yang bisa membuatku selalu
tersenyum? Haruskah Aku mendampingi seseorang yang aku tidak sukai dan sayangi?”
Rasa getir itu terus saja membayangi
diriku, terlebih saat dewa waktu bergulir begitu cepatnya. Kubuka mata kembali
sambil menatap dunia dengan tatapan kosong yang seolah rasa getir itu terus
saja menghapus semua keceriaan dimasa remajaku. Dan akhirnya perasaan itu mulai
merambah dan menusuk raga hingga tak terasa air mata pun mengalir melewati
kedua pipiku yang merekah bagaikan mata air yang mengalir derasnya. Getir,sedih,dan
kecewa terus saja menusuk relung hati yang menyesakkan dada.
Tiba-tiba datanglah seorang dayang
berambut panjang kelabang,memakai baju kemben ungu bermodel kerajaan,serta
selendang coklat bercorak batik menyelimuti celananya, menghampiriku dengan
sorot mata lembut,tutur kata yang halus dan tingkahnya yang sopan. " Tuan
putri,nampaknya wajahmu begitu terlihat sedih bermuram durja, adakah masalah
yang membuat tuan Putri Bimbang dan tidak tahu arah jalan keluarnya?"
Aku pun menoleh kearah Dayang Gendis
dengan sebuah tetesan air mata mengalir menyebrangi kedua pipiku yang merekah.
"Dayang...sebenarnya ini bukan masalah umum yang harus diceritakan kepada
siapapun,tapi aku benar-benar sulit untuk memecahkan masalah ini sendiri,sudi
kiranya Dayang mau berjanji padaku agar mau menjaga dan tidak menyebar luaskan
kepada siapapun"
Dayang
Gendis pun mulai duduk disebelahku sambil pandangannya terus saja menatapku
dengan lembutnya,”Hamba berjanji Tuan Putri,sekiranya bisa hamba bantu maka
ceritakanlah permasalahan Tuan Putri pada hamba”
Kemudian
Aku menceritakan semua isi hati yang terkuak saat mendengar percakapan Ayahku
dengan Patihnya Siang tadi. Aku juga mencurahkan perasaan apa yang terjadi
setelah dipinang oleh Pangeran Seitha yang terkenal akan ketampanannya itu.
“Dayang,sebenarnya Aku mulai mencintai pangeran itu secara perlahan,akantetapi
sekarang Aku benar-benar kecewa setelah mendengar niat buruk ayah yang hanya
ingin memanfaatkanku jika aku menikah dengan Pangeran Seit”
Dayang
Gendis pun mulai paham apa yang diinginkan Putri Lei saat ini. Ia pun diam
sejenak untuk mencari jalan keluarnya,”Tuan Putri hamba Cuman mau memberikan
solusi jika tuan putri menyetujui ide ini,tapi memang ide ini sedikit nekad dan
perlu keberanian yang lebih,apakah hal ini bisa disanggupi oleh tuan putri?”
Merasa diberi angin surga Aku pun
menoleh kearah Dayang Gendis dengan secerca senyuman menghiasi bibirnya,”Kau
yakin ini akan berhasil?katakanlah apa itu?walaupun harus nekad, aku sanggup
melakukannya”
Dayang
Gendis pun melanjutkan percakapannya,”Saya mempunyai saudara di negeri nun jauh
disana, dan Tuan Putri dapat mengungsi sementara, dan hamba akan memberitahukan
kepada Tuan Putri atas apa yang harus dilakukan selanjutnya”
Senja
pun berganti malam dikala sang Surya menutup cerita kelam yang menyeruak tabir
kehidupan. Hening malam semakin terlarut disaat denting jam pun kini berbunyi secara
perlahan dan membuat seluruh makhluk berada di alam bawah sadar mereka
sendiri. Namun tidak untukku,disaat
semua penghuni istana terlelap dalam tidurnya,aku segera beranjak dari tempat
tidur untuk berkemas secepat mungkin. Tiba-tiba Kudengar dari arah luar sebuah
suara pijakan kaki yang begitu mengagetkan semakin membuatku waspada.
Suara
itupun semakin mendekat hingga akhirnya aku langsung loncat ketempat tidur dan
langsung menutup tubuhku dengan sebuah selimut. Kini terdengarlah dengan jelas
suara pintu yang terbuka secara perlahan serta sebuah suara hentakkan kaki
menghampiriku yang entah siapakah orang tersebut. Kurasakan sebuah tangan
menepuk pundakku dan sekarang aku mengetahui siapakah orang tersebut setelah ia
berujar dengan lembutnya,”Tuan putri..ini Hamba tuan putri,segera bangunlah dan
jalankan misi ini”
Aku
pun tersentak bangkit dari tempat dan langsung memeluk dayang Gendis erat-erat.
Setelah itu aku dan Dayang Gendis keluar kamar sambil berjalan dengan hati-hati
menelusuri setiap lorong yang ada didalam Istana tersebut. Suasana hening pun
menambah perjalanan ini menjadi lebih menegangkan dikala suara hentakkan kaki
kami perlahan terdengar samar-samar. Aku pun menghela nafas dalam-dalam disaat
melihat kearah luar terdapat para penjaga sedang berdiri menempati posnya
masing-masing.
Dayang
Gendis pun membawaku kepintu belakang Istana yang ternyata disana hanya
terdapat dua orang penjaga dengan raut wajah mereka yang lelah. Dengan
beraninya Dayang Gendis membawa dua kendi minuman segar yang ternyata telah
dicampuri dengan daun kecubung. Karena tidak mempunyai firasat buruk,dua
penjaga itu pun langsung meminumnya setengah kendi. Tak lama kemudian dua
penjaga itu pun tepar dan Aku dapat bebas menunggangi kudaku sendirian.
Keesokkan
harinya kehebohan terjadi di Istana Kosinoto, setelah Dayang Gendis berusaha
akting menangis-nangis dikamarku karena kehilangan Aku yang entah kemana. Ayah
yang juga Raja dari kerajaan Kosinoto segera mengintrogasi semua penjaga
gerbang karena teledor menjaga perbatasan istana. Dayang Gendis pun kini
pura-pura melaporkan kepada sang Raja karena menemukan dua penjaga masih
tertidur dengan dua botol arak disamping mereka. Tak ayal Raja murka dan menghukum
mati dua penjaga tersebut atas keteledoran mereka yang sebenarnya itu hanya
akal-akalan Dayang Gendis semata.
Kemudian
sang Raja memerintahkan semua pasukannya untuk mencariku secepat mungkin dan
hal itu terdengar sampai kekerajaan Edelwais yang mana itu kerajaan Pangeran
Seitha berada. Hilangnya Sang Putri kerajaan Kosinoto sempat menggemparkan
semua penghuni negeri Kosinoto yang memang merindukan Putri mereka.
Sementara
dilain tempat aku terus saja memacu kuda tungganganku dengan cepat hingga
akhirnya aku berada disebuah tempat asing dipenuhi berbagai kesibukkan pasar
tradisional dan keramaiannya. Tak terasa setelah menempuh perjalanan yang
sangat jauh, aku pun mulai dilanda kelaparan yang semakin menjadi. Oleh karena
itu aku pun dengan segera mengeluarkan beberapa keping koin emas untuk
digadaikan dengan beberapa makanan yang senantiasa dapat mengganjal perutku
sementara.
Akantetapi
disaat koin emas itu akan aku ambil dari sebuah kantung kain kecilku, tiba-tiba saja seseorang
langsung menjambret kantung tersebut. Spontan aku teriak Rampok dan maling
dengan kerasnya. Orang tersebut terus saja berlari dengan tubuh kekarnya
membawa kantung koin emasku. Kulihat pula para remaja sekitar berusaha
membantuku untuk menangkap copet tersebut hingga akhirnya seorang pemuda secara
mendadak menendang tubuh pria tersebut dari arah yang berlawanan.
Mereka
pun terlibat baku hantam dengan dibantu para remaja itu yang langsung
mengeroyok pencopet. Setelah baku hantam itu berlangsung si Pencopet itu pun
lari kocar-kacir tak tentu arah, dan seorang pemuda gagah yang menyelamatkanku
pun datang menghampiriku. Nampak raut wajahnya yang maskulin begitu terpancar
saat dia mendekatiku semakin dekatnya. Detak jantungku kini seolah berdetak
beberapa kali lipat dari sebelumnya saat dia menannyakan namaku,” Hai...maaf
anda siapa dan darimana?”
Aku
kini memandang sorot matanya yang indah, suaranya yang merdu,serta jiwa
penolongnya yang begitu besar membuatku menjadi malu-malu kucing. Rona merah
dipipiku pun kini terpancar saat berada didekat pemuda tersebut. “
Saya..”,”Saya Lei...Leisana,hhmmhh boleh saya menannyakan sesuatu pada anda?”
Dengan
kaget pemuda itu memandangku dengan tatapannya yang dalam,”Apa itu?”,dan pemuda
tersebut mengisyaratkan kepadaku agar mengikutinya ketempat yang lebih nyaman
serta aman.
Aku
pun terbata-bata saat mencoba berinteraksi dengan pemuda berbadan
kekar,berkulit sawo matang namun manis tersebut. Serta aku mengikuti pemuda itu
dengan berjalan dibelakang punggungnya.”Heii...bisakah berhenti
sebentar?”,kemudian pemuda itu berhenti dan menoleh kearahku. “Aku...Aku...Aku
lapar..bisa kau bawakan aku ketempat makanan yang lezat didaerah sini?”
Kulihat
pemuda itu tersenyum manis kepadaku atas tingkahku yang konyol itu. Sambil
menghela nafas panjang pemuda itu menatapku kembali,”Kamu sabar sedikit..ini
juga saya sedang membawa kamu ketempat makanan”,kemudian pemuda tersebut
kembali berjalan. Sementara itu
Aku kembali memanggil pemuda itu dengan Ragu,”Hai tunggu”
Pemuda
itu menolehku kembali dengan
tatapan anehnya,kemudian ia pun sedikit memicingkan kedua kelopak matanya,” Ada apa lagi?”,” Ya sudah
cepat ikuti jika kamu merasa lapar” Lanjut pemuda tersebut.
“Tunggu sebentar. Kau baru saja meninggalkan Kudaku”
“Apaa??Kenapa kau tidak bilang dari tadi?”
***
Dilain
tempat Pangeran Seitha pun berjalan menelusuri halaman belakang Istana kerajaan
Kosinoto. Pandangannya menyebar keseluruh penjuru halaman yang entah apa yang
akan ia cari. Namun tiba-tiba ia dikagetkan dengan terjatuhnya sebuah daun jati
mengenai kepala pangeran Seitha yang mana secara tiba-tiba ia menemukan
petunjuk akan keberadaan Putri Leisana. Ia pun memanggil seorang prajurit untuk
memanggil sang Raja Kosinoto yang entah apa yang dilakukannya nanti.
Beberapa
menit kemudian sang Raja Kosinoto pun menghampiri Pangeran Seitha yang sedang
berdiri tepat dibawah rindangnya pohon Jati. “ Maaf paduka raja,hamba disini
hanya untuk membukakan kebenaran atas keganjilan yang terjadi pada putri anda
yang selama ini hilang”,” Selama ini anda menyebutkan jika dua penjaga itu lalai
dalam bertugas dikarenakan mabuk oleh arak,itu salah besar. Pertama,Saya sudah
memeriksa kedua pakaian penjaga tersebut dan memang saya akui luarnya terbukti
tercium aroma arak,akan tetapi jika seorang pemabuk berkeringat pasti semua
bagian bajunya pun akan tercium baunya,sedangkan ini?tidak..”
Sang
Raja pun mulai menyadari keganjilan ini,”Kau benar Seitha,lalu apa bukti
keganjilan lainnya?”
Pangeran Seitha pun
berjalan-jalan kecil mengelilingi halaman belakang istana,”Kedua...disaat saya
mengelilingi halaman belakang ini,secara tidak sengaja saya menemukan secuil
daun kecubung yang entah darimana ini berada
disini,padahal bisa kita lihat bahwasanya disini adalah daerah pohon jati,Dan…”
Raja pun tercengang mendengar pernyataan yang
dilontarkan oleh Pangeran Seitha. Bola matanya terlihat naik turun memandangi
halaman sekitar. Kedua tangannya yang mengaca pinggang dan keningnya yang
mengerut seolah menggambarkan kekesalan pada seseorang yang mulai dicurigai,”
Dan apa itu?”
Pangeran Seitha pun kembali berujar,” Dan, ketiga,disaat
dua penjaga itu tertangkap tangan sedang mabuk,saya pun langsung memeriksa
botol minuman mereka yang ternyata kedua botol itu masih penuh hanya saja
segelnya telah terbuka,maka dari itu aku memutuskan bahwa kasus ini adalah
rekayasa seseorang agar putri dapat terbebas dari Istana ini”
Raja pun langsung paham apa yang dimaksudkan oleh
Pangeran Seitha. Segera ia panggil Dayang Gendis dan langsung menyuruhnya
menginterogasi Dayang tersebut. Murka sudah Raja Kosinoto saat itu. Entah nasib
apa yang akan menimpa Dayang Gendis saat ini bahwa sedikit saja kesalahan
Dayang Gendis terbuka. Maka habislah sudah. Tapi Dayang Gendis tak mau
memberitahukan dimana Putri Lei kini berada.
Karena sudah merasakan Cinta pada sang Putri. Putra
mahkota dari kerajaan Edelwais itu langsung memerintahkan anak buahnya untuk
melakukan perjalanan mencari keberadaan Putri Leisana. Berbagai senjata berat
maupun ringan dibawanyalah dalam perjalanan itu. Bagaikan pasukan yang akan
bertempur. Tak ingin menunda waktu Pangeran Seitha pun langsung memulai
perjalanan yang entah kemana ia akan mencarinya.
Sementara itu dilain tempat Aku tengah berada ditengah-tengah
kehangatan keluarga yang sangat sederhana. Ya. sangat sederhana namun Belum
pernah rasanya Aku merasakan kehangatan dan keceriaan yang terjadi selama
hidupku. Sedih rasanya jika harus mengingat suasana kerajaan yang terjadi
setiap kalinya, terlebih saat dimeja makan. Penuh dengan keseriusan dan
penekanan semata. Tapi kini aku bersyukur karena dapat bertemu dengan keluarga
sederhana yang mengajarkanku akan satu hal. Yaitu kesederhanaan dan bersyukur.
“Aku merasa senang dan tenang disini. Terima kasih
kalian telah menerimaku dengan tulus dan ikhlas”
“Hey…Sudahlah kami sudah menganggap kamu keluarga
disini”
“Mmmmhh…ngomong-ngomong dari kita bertemu aku belum
tahu nama kamu? Nama kamu siapa sih?”
“Nama saya Riza..dan anda sendiri tidak tanya akan
nama saya”
Aku pun diam sejenak. Memandang mata Riza lebih dalam
lagi. Aku merasakan lega karena Riza adalah tipical cowok yang tulus dan tidak
macam-macam. Hal seperti ini aku jadi ingat pangeran Seitha. Sama gagahnya dan
kerennya. Tapi aku tidak ingin dijadikan asas manfaat oleh ayahku sendiri. Maka
dari itu sekarang aku ingin menenangkan diri terlebih dahulu. Lama ku melamun
dengan tatapan yang kosong. Riza pun mengagetkanku yang langsung aku menepuk
pundaknya. Dan itu membuat ibunya Riza tertawa terpingkal-pingkal.
Dalam keseharianku sekarang. Aku benar-benar diajari
ilmu yang bermanfaat oleh Riza. Yaitu bela diri. Ya,kelak ilmu ini yang akan
menolongku dari ketamakan siapa saja yang menentangku. Berhari-hari aku belajar
ilmu itu pada Riza. Sampai akhirnya entah apa atau siapa yang membuat pasukan
pangeran Seitha bisa sampai didepan rumahnya Riza.
Kini mereka mengepung kami berdua. Aku benar-benar
syok saat itu. Apalagi saat pangeran Seitha memaksaku untuk pergi serta membawa
paksa Riza dan Ibunya untuk dibawa keistana seakan membuatku merasakan rasa
bersalah yang mendalam.
Riza dan Ibunya pun akhirnya ditawan dipenjara istana
untuk diminta kesaksiannya atas kaburnya aku dari istana selama beberapa minggu
ini. Didepan ribuan warga Kosinoto dan kerajaannya. Aku harus berterus terang
bahwa apa saja yang aku lakukan selama kabur dan bagaimana caranya aku bisa
pergi dari istana ini.
Tak ada lagi yang harus kusembunyikan kali ini. Karena
aku takut Riza kenapa-kenapa dan aku tak mau itu terjadi. Dalam bicaraku itu
aku benar-benar tak berani untuk memandang wajah Ayah yang murka padaku saat
itu. Apalagi saat tahu bahwa Dayang Gendis kini telah tiada karena dihukum mati
oleh kerajaan yang tertangkap basah bersalah. Semakin merasa bersalah perasaan hati
ini saat itu.
Jalan pilihanku saat itu hanya satu jika ingin
dimaafkan oleh Ayah. Yaitu menikah dengan Pangeran Seitha. Tak ada pilihan lain
walaupun aku kini mulai mencintai pria sederhana bernama Riza. Dan Ayah telah
memutuskan kalau pernikahanku akan jatuh pada bulan depan. Tepat saat sang Ayah
berulang tahun katanya.
Sedih rasanya saat mendengar berita itu. Tapi itulah
pil pahit yang harus kuterima saat ini. Tak ada lagi cara untuk aku bebas dari
masalah ini. Karena selangkah aku bertindak salah,maka selesailah orang-orang
yang ada dibaliknya.
Malam harinya pangeran Seitha pun mengajakku untuk
bermakan malam berdua dibelakang halaman istana kerajaan. Memang aku akui bahwa
pangeran Seitha punya jurus jitu untuk menaklukkan hati wanita. Yaitu romantismenya.
Tapi kini Aku kurang menyukai pangeran ini. Walaupun gagah dan tampan. Tapi
hati kecilku sedikit menolak rasanya.
Tak bisa ku menikah dengan pria yang bukan aku cintai
itu. Karena hati tak bisa dipaksakan. Itulah mahadaya cinta. Tak ada yang bisa
menghendakinya. Tapi aku tak mau melihat Riza dan ibunya menderita dipenjara
kerajaan. Aku tak mau mereka terbebani olehku. Satu-satunya jalan agar semua
orang tak menjadi korban adalah kerelaan hati untuk menikah dengan pangeran
itu.
Hari demi hari pun kulalui dengan kegelisahan. Semakin
dekatlah aku dengan hari pernikahanku itu. Tapi hati kecilku terus saja
menolaknya. Andai aku dapat memilih. Tapi aku tak boleh egois,tak boleh
mengorbankan semuanya demi egoisku.
Seminggu sebelum hari pernikahanku. Aku pun mengunjungi
tabib untuk berkonsultasi dengannya. Ia pun menyarankan agar aku meluluhkan
hatiku untuk pangeran tersebut. Namun selepas datang dari tabib itu aku pun
diberi obat cairan olehnya. Kuminum obat tersebut yang entah kenapa tiba-tiba
saja seluruh kulitku mengalami gatal-gatal. Aku tak mengerti obat apa yang
diberikan tabib itu padaku. Tapi aku hanya diam saja tak mengadu pada ayah.
Semakin dekat dengan pernikahanku kulitku pun semakin hancur. Penuh dengan penyakit
kulit mengerikan. Perih,gatal,dan bau rasanya.
Pangeran Seitha yang mendapatiku seperti itu langsung
meminta pihak istana untuk membatalkan pernikahannya sementara. Banyak pula
saudara-saudaraku yang menjauhiku karena merasa jijik denganku. Tapi aku masih
belum paham dengan niat tabib itu padaku.
Sang Ayah pun akhirnya memutuskan untuk memisahkan
ruanganku dengan istana untuk sementara. Oh Tuhan. Semuanya menjauhiku. Dan aku
kini baru sadar,bahwa tak semua orang yang kusayangi akan menyayangiku saat aku
menderita. Dan itu pelajaran penting yang dapat ku ambil kali ini.
Saat ini, Aku hanya memandangi sang purnama yang aku
rasa setia menemaniku disetiap saat. Aku benar-benar tak bisa melupakan
kejadian menyakitkan hari-hari ini. Tapi entah kenapa aku hanya teringat dengan
Riza. Rasanya lama aku tak mengunjunginya. Karena merasa diberikan angin surga.
Aku pun berlari kearah penjara istana untuk menemui Riza saat itu. Cukup sulit
untuk masuk kedalam sana. Karena penuh dengan penjagaan yang sangat ketat. Tapi
akhirnya aku dapat lolos dari penjagaan itu. Dan menemui Riza dalam keadaan
yang kurang mengenakkan.
Kini ia terlihat lebih kurus dari biasanya. Bajunya
sangat kotor dan mukanya begitu kusam tak terawat. Begitu pula dengan ibunya.
Aku benar-benar tak terima atas perlakuan istana pada mereka. Rasa bersalahku
benar-benar menjadi dan saat itu aku pun tak kuasa menahan air mataku yang
terjatuh juga. Riza pun langsung menenangkanku akhirnya.
“Tak ada yang perlu kamu tangisi saat ini, kami
baik-baik saja tuan putri”
“Riza, jangan sebut aku tuan putri. Sebut saja aku
Leisana.”
“Oh iya maaf Lei…sana,mmmh bagaimana dengan
pernikahanmu?”
“Pernikahanku takkan pernah terlaksana sebelum
penyakit ini hilang”
“Apa?memangnya apa yang salah denganmu?”
Aku pun menceritakan kejadian itu pada Riza. Dan ia
hanya terdiam saat mendengarnya. Matanya terlihat berbinar dan berkaca-kaca.
Bibirnya kini sedikit bergetar saat melihat mataku.
“Maaf kalau aku lancang..Tapi jika saja aku bisa
menyembuhkanmu dengan cara apapun. Aku bersedia. Karena aku telah lama
mencintaimu dalam keadaan apapun..Lei…sana…maafkan kata-kataku”
Aku diam mendengarnya. Seolah tak percaya atas apa
yang aku dengar barusan. Aku sedih karena cinta itu tak bisa terlaksana begitu
saja. Aku pun tersungkur dan berlutut dihadapan Riza saat itu. Mengeluarkan air
mata dan bergetarlah bibir ini.
“Terima kasih…aku benar-benar haru mendengarnya
Riza,tapi….”
#The end#
0 komentar:
Posting Komentar